A.
Contoh kasus Yang dihadapi Remaja
Aisyah
(bukan nama asli) adalah siswa kelas I SMA Favorit di Karanganyar yang barusan
naik kelas II. Ia berasal dari keluarga petani yang terbilang cukup secara sosial
ekonomi di desa pedalaman kira - kira 17 km dari kota Karanganyar, sebagai anak pertama semula orang tuanya
berkeberatan setamat SMP anaknya melanjutkan ke SMA di Karanganyar, orang tua
sebetulnya berharap agar anaknya tidak perlu susah-sudah melanjutkan sekolah ke
kota, tapi atas bujukan wali kelas anaknya saat pengambilan Ijazah dengan berat
merelakan anaknya melanjutkan sekolah. Pertimbangan wali kelasnya karena Aisyah
terbilang cerdas diantara teman-teman yang lain sehingga wajar jika bisa
diterima di SMA favorit.
Sejak
diterima di SMA favorit di satu pihak Aisyah bangga sebagai anak desa toh bisa
diterima, tetapi di lain pihak mulai minder dengan teman-temannya yang sebagian
besar dari keluarga kaya dengan pola pergaulan yang begitu beda dengan latar
belakang Aisyah. Ia menganggap teman-teman dari keluarga kaya tersebut sebagai
orang yang egois, kurang bersahabat, pilih-pilih teman yang sama-sama dari keluarga
kaya saja, dan sombong.
Makin
lama perasaan ditolak, terisolik, dan kesepian makin mencekam dan mulai timbul
sikap dan anggapan sekolahnya itu bukan untuk dirinya tidak krasan, tetapi mau
keluar malu dengan orang tua dan temannya sekampung; terus bertahan, susah tak
ada/punya teman yang peduli. Dasar saya anak desa, anak miskin (dibanding
teman-temannya di kota) hujatnya pada diri sendiri. Akhirnya benar-benar
menjadi anak minder, pemalu dan serta ragu dan takut bergaul sebagaimana
mestinya. Makin lama nilainya makin jatuh sehingga beban pikiran dan perasaan
makin berat, sampai-sampai ragu apakah bisa naik kelas atau tidak
.
B.
Tujuan Konseling
Jika
pemikiran Aisyah yang tidak logis / realistis (tentang konsep dirinya dan
pandangannya terhadap teman-temannya) itu diperangi maka dia akan mengubahnya.
Dengan demikian tujuan konseling adalah memerangi pemikiran irasional Lia yang
melatar-belakangi ketakutan / kecematannya yaitu konsep dirinya yang salah
beserta sikapnya terhadap teman lain. Dalam konseling konselor lebih bernuansa
otoritatif : memanggil Aisyah, mengajak berdiskusi dan konfrontasi langsung
untuk mendorongnya beranjak dari pola pikir irasional ke rasional / logis dan
realistis melalui persuasif, sugestif, pemberian nasehat secara tepat.
C. Pemecahan Masalah
1.
Secara Kognitif
untuk
menunjukkan bahwa Aisyah harus membongkar pola pikir irasional tentang konsep
harga diri yang salah, sikap terhadap sesama teman yang salah jika ingin lebih
bahagia dan sukses. Maka seorang Konselor memberikan cara berupa nasehat.
Contoh : mulai dari seseorang berharga bukan dari kekayaan atau jumlah dan
status teman yang mendukung, tetapi pada kasih Allah dan perwujudanNya. Allah
mengasihi saya, karena saya berharga dihadiratNya. Terhadap diri saya sendiri
suatu saat saya senang, puas dan bangga, tetapi kadang-kadang acuh-tak acuh,
bahkan adakalanya saya benci, memaki-maki diri saya sendiri, sehingga wajar dan
realistis jika sejumlah 40 orang teman satu kelas misalnya ada + 40% yang baik,
50% netral, hanya 10% saja yang membeci saya. Adalah tidak mungkin menuntut
semua / setiap orang setiap saat baik pada saya, dan seterusnya.
2 2 Konseling emotif-evolatif
Untuk
mengubah sistem nilai Aisyah dengan menggunakan teknik penyadaran antara yang
benar dan salah seperti pemberian contoh, bermain peran, dan pelepasan beban
agar Aisyah melepaskan pikiran dan perasaannya yang tidak rasional dan
menggantinya dengan yang rasional sebagai kelanjutan teknik kognitif
Sumber :
Corey
G., 1991/1995, Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi (terjemahan
Mulyarto), IKIP Semarang Pres.
Surya,
M., 1988, Dasar-Dasar Konseling Pendidikan, Kota Kembang, Yogyakarta.
Sutoyo
Anwar,2229,Bimbingan Konseling Islam, Semarang,Widya Karya
Yeo
Anthony, 1994, Konseling suatu pendekatan pemecahan masalah, Jakarta, PT. BPK
Gunung Mulia
0 komentar:
Post a Comment