Wednesday, May 1, 2013

Buku Wisata Hati Yusuf Mansur " Bocah Misterius"



Siang itu hari senin 28/04/2013 habis dzuhur sambil menunggu kuliah masuk  saya dan Mas Hafidz  baca buku dari perpustakaan, buku nya ust. Yusuf Mansur, judulnya Wisata Hati. Berhubung cuma baca sebentar jadi cuma baca sedikit aja. Diantara banyak cerita ada 1 cerita yang menurut gw cukup menarik. Cerita tentang bocah misterius. Dan berhubung bagus,selasa siangnya saya minta temen saya meminjamkan bukunya di perpus dan di rumah  gw ketik semua ceritanya itu disini, just saling share saja yaaa hehe, baca deh mungkin bisa bermanfaat :
Kami terus berpuasa meski bukan saatnya berpuasa,
lantaran ketiadaan makanan, lantaran ketiadaan minuman.
Kami berpuasa tanpa ujung!
“Hey kamu, mari sini!”, sapa Luqman halus kepada seorang bocah yang dengan sengaja mengganggu anak kecil lain yang sedang berpuasa.
“Siapa nama kamu? Dari mana asalnya?” tanya Luqman sambil memegang lengan bocah itu. Sebetulnya Luqman gemas, tapi ia tahan kegemasan itu.
Meski ditanya dengan sopan, bocah itu malah balik mendelik kepada Luqman dan tertawa menyeringai! Tawa bocah itu membuat Luqman melepaskan pegangannya seketika.
Luqman merasa bocah ini bukan bocah sembarangan. Sungguhpun penampilannya kayak bocah biasa. Kaus plus celana pendek. Agak lusuh, tapi bersih.
Luqman melihat mata bocah itu. Mata itu bukanlah mata anak manusia pada umumnya. Ditambah lagi, sebelumnya Luqman tidak pernah melihat bocah itu di kampungnya, Kampung Ketapang, Tangerang. Luqman sudah bertanya kesana kemari, adakah tetangga di kampungnya atau orang di kampungnya yang mengenali siapa bocah itu dan siapa keluarganya. Semua orang yang ditanya Luqman menggelengkan kepala, tanda tidak tahu.
~
Bocah itu menjadi pembicaraan di Kampung Ketapang. Sudah tiga hari ini ia mondar-mandir keliling kampung. Ia menggoda anak-anak sebayanya, menggoda anak-anak remaja di atasnya, bahkan menggoda orang-orang tua. Hal ini, bagi orang kampung, menyebalkan. Bagaimana tidak menyebalkan, anak itu menggoda dengan berjalan kesana kemari sambil tangan kanannya memegang roti isi daging yang tampak cokelat menyala. Sementara tangan kirinya memegang es kelapa, lengkap dengan tetesan air dan butiran-butiran es yang melekat di plastik es tersebut. Pemandangan tersebut menjadi pemandangan biasa bila orang-orang kampung bukan melihatnya pada bulan puasa. Pemandangan tak mengenakkan ini justru terjadi di tengah hari pada bulan puasa! Bulan ketika banyak orang sedang menahan lapar dan haus. Es kelapa dan roti isi daging tentu saja menggoda orang yang melihatnya.
Pemandangan itu semakin bertambah tidak biasa karena kebetulan selama tiga hari bocah itu ada, matahari di kampung itu lebih terik daripada biasanya.
Luqman mendapat laporan dari orang-orang di kampungnya mengenai bocah itu. Mereka tidak berani melarang bocah kecil itu menyodor-nyodorkan dan memeragakan bagaimana dengan nikmatnya ia mencicipi es kelapa dan roti isi daging tersebut. Pernah ada yang melarangnya, tapi kemudian orang itu dibuat mundur ketakutan sekaligus keheranan. Setiap dilarang, bocah itu akan mendengus dan matanya memberikan kilatan yang menyeramkan. Membuat mundur semua orang yang akan melarangnya.
~
Luqman memutuskan menunggu kehadiran bocah itu. Kata orang kampung, belakangan ini, setiap bakda zuhur, anak itu akan muncul secara misterius. Bocah itu akan muncul dengan pakaian lusuh yang sama dengan hari-hari kemarin dan akan muncul dengan es kelapa dan roti isi daging yang sama juga!
Tidak lama Luqman menunggu, bocah itu hadir. Benar, ia menari-nari sambil menyeruput es kelapa itu. Tingkah bocah itu jelas mengundang orang lain menelan ludah tanda ingin meminum es itu juga. Luqman menegurnya. Cuma ya itu tadi, bukannya takut, bocah itu malahan mendelik hebat dan melotot, seakan-akan matanya akan keluar menelan Luqman. Kejadiannya seperti diuraikan di mukadimah tulisan ini.
~
Kami lapar… sementara perut kalian kenyang. Kami sakit, tanpa ada obat, apalagi biaya berobat… sementara kalian menambah terus kesakitan kami dengan mempertontonkan kemewahan dunia di hadapan kami… di depan mata kami… yang sedang berpakaian kemiskinan. Kami menangis, kami merintih, adakah di antara kalian yang peduli?
“Bismillah,” Luqman kembali mencengkeram tangan bocah itu. Ia kuatkan mentalnya. Ia berpikir kalau memang bocah itu adalah bocah jadi-jadian, ia akan korek keterangan, apa maksud semua ini. Kalau memang bocah itu “bocah beneran” pun, ia akan mencari keterangan, siapa dan darimana sesungguhnya bocah itu.
Mendengar ucapan bismillah itu, bocah tadi mendadak menuruti tarikan tangan Luqman. Luqman menyentakkan tangannya, menyeret halus bocah itu, dan membawanya ke rumah. Gerakan Luqman diikuti dengan tatapan mata penuh tanya orang-orang yang melihatnya.
“Ada apa Tuan melarang saya meminum es kelapa dan menyantap roti isi daging ini? Bukannya ini adalah kepunyaan saya?” tanya bocah itu sesampainya di rumah Luqman seakan tahu bahwa Luqman akan bertanya tentang kelakuannya. Matanya masih lekat menatap tajam pada Luqman.
“Maaf ya. Itu karena kamu melakukannya di bulan puasa,” jawab Luqman dengan halus, “apalagi kamu tahu, bukankah seharusnya kamu juga berpuasa. Lalu bukannya ikut menahan lapar dan haus, kamu malah menggoda orang dengan tingkahmu itu.”
Sebenarnya Luqman masih mau mengeluarkan unek-uneknya, mengomeli anak itu. Tapi mendadak bocah itu berdiri sebelum Luqman selesai. Ia menatap mata Luqman lebih tajam lagi.
“Itu kan yang kalian lakukan juga kepada kami semua! Bukankah kalian yang lebih sering melakukan hal itu ketimbang saya? Kalian selalu mempertontonkan kemewahan ketika kami hidup di bawah garis kemiskinan pada sebelas bulan di luar bulan puasa?
Bukankah kalian yang lebih sering melupakan kami yang kelaparan, dengan menimbun harta sebanyak-banyaknya dan melupakan kami?
Bukankah kalian juga yang selalu tertawa dan melupakan kami yang sedang menangis?
Bukankah kalian yang selalu berobat mahal bila sedikit saja sakit menyerang, sementara kalian mendiamkan kami yang mengeluh kesakitan hingga kematian menjemput ajal?
Bukankah juga di bulan puasa ini hanya pergeseran waktu saja kalian menahan lapar dan haus? Ketika bedug maghrib berlalu, ketika azan maghrib terdengar, kalian kembali pada kerakusan kalian?”
Bocah itu terus saja berbicara tanpa memberi Luqman kesempatan menyela.
Tiba-tiba suara bocah itu berubah. Kalau tadinya ia mberkata demikian tegas dan terdengar sangat menusuk, kini ia bersuara lirih, mengiba.
“Ketahuilah, Tuan, kami berpuasa tanpa ujung. Kami senantiasa berpuasa meski bukan waktunya bulan puasa lantaran memang tidak ada makanan yang bisa kami makan. Sementara Tuan berpuasa sepanjang siang saja.
Dan ketahuilah Tuan, justru Tuan dan orang-orang di sekeliling Tuanlah yang menyekiti perasaan kami dengan berpakaian yang luar baisa mewahnya, lalu kalian sebut itu menyambut Ramadhan dan Idul Fitri?
Tuan, sebelas bulan kalian semua tertawa disaat kami menangis, bahkan pada bulan Ramadhan pun hanya ada kepedulian seadanya.
Tuan, kalianlah yang melupakan kami, kalianlah yang menggoda kami, dua belas bulan tanpa terkecuali termasuk di bulan Ramadhan ini. Apa yang saya lakukan adalah yang kalian lakukan juga terhadap orang-orang kecil seperti kami.
Tuan, sadarkah Tuan akan ketidakabadian harta? Lalu mengapakah masih saja mendekap harta secara berlebih?
Tuan, sadarkah apa yang terjadi bila Tuan dan orang-orang di sekeliling Tuan tertawa sepanjang masa dan melupakan kami yang semestinya diingat?
Bahkan, berlebihannya Tuan dan orang-orang di sekeliling Tuan bukan hanya pada penggunaan harta, tapi juga pada dosa dan maksiat. Tahukah Tuan akan adanya azab Tuhan yang menimpa?
Tuan, jangan merasa aman lantaran kaki masih menginjak bumi. Tuan, jangan merasa perut kan kenyang esok lantaran tersimpan pangan tuk setahun. Tuan, jangan pernah merasa matahari tidak akan pernah menyatu dengan bumi, kelak.”
Wuah.. entahlah apa yang ada di kepala dan hati Luqman. Perkataan demi perkataan meluncur deras dari mulut bocah kecil itu tanpa bisa dihentikan. Dan hebatnya, semua yang disampaikan bocah itu adalah benar adanya!
Hal ini menambah keyakinan Luqman bahwa bocah ini bukan bocah sembarangan.
Habis berkata pedas dan tajam seperti itu, bocah itu pergi begitu saja meninggalkan Luqman yang dibuatnya terbengong-bengong.
Di kejauhan, Luqman melihat bocah itu menghilang bak ditelan bumi.
Begitu sadar, Luqman berlari mengejar keluar rumah hingga ke tepian jalan raya Kampung Ketapang. Ia edarkan pandangan ke seluruh sudut yang bisa dilihatnya, tapi ia tidak menemukan bocah itu. Di tengah deru napasnya yang memburu, ia tanya semua orang di ujung jalan, tapi semuanya menggeleng bingung. Bahkan orang-orang yang menunggu penasaran di depan rumahnya pun mengaku tidak melihat bocah itu keluar dari rumah Luqman! Bocah itu benar-benar misterius! Dan sekarang ia malah menghilang!
Luqman tidak mau main-main. Segera ia putar langkah, kembali ke rumah. Ia ambil sajadah, sujud, dan bersyukur. Meski peristiwa tadi irasional, tidak masuk akal, ia mau meyakini bagian yang masuk akal saja. Bahwa betul adanya apa yang dikatakan bocah misterius tadi. Bocah tadi memberi pelajaran berharga, betapa sering kita melupakan orang yang seharusnya kita ingat. Yaitu mereka yang tidak berpakaian, mereka yang kelaparan, dan mereka yang tidak mempunya penghidupan yang layak.
Bocah tadi juga memberi Luqman pelajaran bahwa seharusnya mereka yang sedang berada di atas, yang sedang mendapatkan karunia Allah, jangan sekali-kali menggoda orang kecil, orang bawah, dengan berjalan membusungkan dada dan mempertontonkan kemewahan yang berlebihan.
Marilah berpikir tentang dampak sosial yang akan terjadi bila kita terus menjejali tontonan kemewahan, sementara yang melihatnya sedang membungkuk menahan lapar.
Luqman berterima kasih kepada Allah yang telah memberikannya hikmah luar biasa. Luqman tidak mau menjadi bagian yang Allah sebut mati mata hatinya.
Sekarang yang ada di pikirannya, mau dipercaya atau tidak, ia akan mengabarkan kejadian yang dialaminya bersama bocah itu sekaligus menjelaskan hikmah kehadiran bocah tadi kepada semua orang yang dikenalnya, kepada sebanyak-banyaknya orang. Kejadian bersama boah tadi begitu berharga bagi siapa saja yang menghendaki kebercahayaan hati.
Pertemuan itu menjadi pertemuan terakhir. Sejak itu Luqman tidak pernah lagi melihatnya, selama-lamanya. Luqman rindu kalimat-kalimat pedas dan tudingan-tudingan yang memang betul adanya. Luqman rindu kehadiran anak itu agar ada seseorang yang berani menunjuk hidungnya ketika ia salah.
~
Kurang lebih begitulah ceritanya.. bikin syok juga. Jadi inget selama ini berapa banyak uang yang terbuang percuma, cuma untuk makan yang mahal-mahal, beli baju-baju mahal, beli gadget mahal yang sebenernya ga sering-sering banget dipake.. nonton bioskop. Kalo mau dihitung, harga baju yang dipake gw hari ini mulai dari baju sampe sepatu dijumlahin aja mungkin bisa untuk bayarin uang iuran sekolahnya beberapa anak per bulan.. :( what a waste.
Memang sebaiknya orang islam kaya. Tapi harta dan kekayaan itu bukan untuk bermewah-mewahan atau pamer sana sini. Harta dan kekayaan bukan untuk memenuhi hawa nafsu kita. Harta dan kekayaan bukan cuma untuk beli range rover atau mengisi rumah mewah pake perabot-perabot mahal.. rak  tv aja harganya bisa sampe 30 juta rupiah. Astaghfirullah. Harta dan kekayaan itu amanah. Bahwa dari semua yang kita punya itu, itu bukan punya kita, itu cuma titipan. Dan ada hak orang-orang yang mungkin masih belum punya apa yang kita punya, untuk kita kasih juga. Kita lahir ga bawa apa-apa, mati pun ga bawa apa-apa, kecuali amal ibadah di dunia.
Jadi inget Rasulullah SAW, beliau itu pemimpinnya umat islam, sebenernya kalo mau, harta dan kekayaannya pasti melimpah. Tapi beliau selalu tawadhu. Bajunya yang sobek, dijahit sendiri. Sandalnya dibuat sendiri. Pakaiannya sederhana tapi bersih. Rumahnya luas tapi tidak banyak barang-barang.. Beliau mengalokasikan uangnya bukan untuk memenuhi hawa nafsunya, tapi untuk memenuhi kebutuhan dakwah. Kalo untuk kebutuhan dakwah, beliau berikan yang terbaik dari hartanya, kuda terbaik yang bisa berlari kencang, pedang yang terbuat dari emas agar bisa berkilatan memberi tanda dalam perang..
Yah kita harus mikir lagi, amanah harta yang kita punya sekarang sebaiknya dialokasikan kemana.. supaya bisa bermanfaat dunia akhirat. Kalo tiap uang yang kita punya akan ditanyakan tiap sen-nya nanti di akhirat, mendingan kita ga usah pegang banyak-banyak kali ya uangnya.. tapi pake aja secukupnya, terus sisanya dikasih ke jalan dakwah, atau sedekah, atau apa yang lain yang nilainya bisa memberatkan timbangan kebaikan kita di akhirat. Kalo tiap mobil mewah, rumah mewah, baju-baju mahal yang kita punya malah bikin kita susah jawab pertanyaan di akhirat, mending semuanya yang sederhana sama biasa-biasa aja kali ya.. Yah, bismillah, semoga Allah yang nolong kita, supaya kita ga terlalu cinta dunia ya :) amiin..

0 komentar:

Template by:

Free Blog Templates