Thursday, October 24, 2013

Analisis film Documenter "Dilarang Makan Kerupuk"


Film ini menceritakan tentang kehidupan anak anak kecil yang ada di sebuah desa pelosok, di daerah Sulawesi Selatan. Anak - anak di daerah tersebut banyak yang mengkonsumsi makanan makanan junk food atau disebut juga makanan sampah. Yang tidak baik untuk kesehatan, dan merusak tubuh.

Seorang anak kecil yang terdapat di daerah tersebut, bernama Iqbal, anak laki laki berusia lima tahun,Ia diceritakan tidak pernah makan nasi.karena ia terbiasa dengan makan makanan instant . Ia hanya mengkonsumsi makanan atau snack snack ringan, mie instant, kerupuk   Makanan tersebut memang tergolong murah, sehingga dengan mudah anak anak membelinya. Padahal dampak negative dari mengkonsumsi makanan tersebut sangatlah berbaya bagi kesehatan. Selanjutnya,cerita dari anak perempuan,bernama amel berusia empat tahun, disini ia diceritakan sering mengkonsumsi makanan instant,karena tidak adanya penjelasan yang memadai.

Mengkonsumsi junk food itu telah menjadi kebiasaan pada anak anak kecil terutama, karena awal awal makan itu sekilas rasanya sangat enak, dan mungkin anak menjadi ketagihan. Kemasannya menarik, harganya murah , mudah didapat / diperoleh. Kurang nya pengertian terhadap efek yang akan ditimbulkan dari mengkonsumsi makanan tersebut.

Dalam dunia Psikologi kita bisa menganalisis kasus ini dengan pendekatan teori Psikososial yang dalam teori ini tokoh yang terkenal adalah Erik Erikson. Dalam bukunya “Childhood and Society” (1963), Erikson membuat sebuah bagan untuk mengurutkan delapan tahap secara terpisah mengenai perkembangan ego dalam psikososial, yang biasa dikenal dengan istilah “Delapan Tahap Perkembangan Manusia”.

Delapan Tahap Teori Bisa Teman-Teman Dapatkan Dengan Klik Disini

Nah untuk kasus dalam film ini kita bisa melihat pada tahap ke-3 dan ke-4 yaitu tahap Inisiatif vs kesalahan dan Kerajinan vs inferioritas

Pada tahap Inisiatif vs Kesalahan ini kita bisa melihat anak-anak di Sulawesi tersebut mulai berinteraksi dengan lingkungan dan juga mulai ingin mencari tahu segala informasi dimana dia menempati lingkungan tersebut. Fenomena yang terjadi di daerah Sulawesi tersebut terlihat ketika anak bereaksi dengan lingkungan yang menjajakan berbagai makanan instan,serta murah dan juga mudah didapat bisa mengindikasi seorang anak untuk mengenali produk makanan itu dan juga bisa mengkonsumsinya,

Karena pada masa ini juga rasa keingintahuan anak terhadap lingkungan sangatlah tinggi, Bisa jadi apa yang dia lihat akan menjadikannya sebuah kebiasaan (dalam hal ini mengkonsumsi) makanan siap saji tersebut.

Banyaknya makanan siap saji yang terpajang di toko-toko makanan membuat anak-anak selalu ingin mencoba untuk memakan semuanya. Terlebih dengan adannya iklan-iklan makanan yang begitu banyak di TV, apalagi ditambah dengan lebel hadiah yang tentunya membuat anak-anak merasa tambah penasaran untuk mencobanya, bukan hanya untuk mencoba makanannya, tetapi juga untuk mendapat hadiahnya. Hal inilah yang membuat banyak anak-anak di desa Tompobulu begitu suka makan junk food ini. apalagi ketika sang anak merengek untuk dibelikan makanan ringan yang disukainya, terpaksa orang tua harus membelikannya meskipun orang tua tahu bahwa makanan ini tidak sehat bagi kesehatan sang anak.

Sedangkan pada tahap Kerajinan vs inferioritas Tahap ini merupakan tahp laten usia 6-12 tahun (school age) ditingkat ini anak mulai keluar dari lingkungan keluarga ke lingkungan sekolah sehingga semua aspek memiliki peran misal orang tua harus selalu mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus menerima kehadirannya.

Yang terjadi di lingkungan di daerah Sulawesi tersebut adalah kita melihat banyaknya teman bermain yang sama2 juga mengkonsumsi makanan siap saji tersebut,  Pada masa inilah seorang anak juga akan mengalami masa dimana dia berinteraksi dengan teman sebayanya. Tak lupa juga rasa dan cara ikut2an teman inilah yang memicu peran seseorang berinteraksi dengan temannya agar bisa menyerupai apa yang temannya lakukan

Lalu bagaimanakah dengan keluarganya??? Kalau melihat sekilas tentang daerah di Sulawesi tersebut kita bisa melihat bagaimana kondisi masyarakatnya,sosial kultural yang ada di daerah tersebut,
Apalagi orang tua justru terus memberi uang jajan pada anaknya yang jelas- jelas mereka tahu bahwa uang jajan tadi akan di gunakan untuk membeli chiki oleh anaknya.

Kalau masalah peran orang tua di daerah tersebut mungkin karena tingkat pendidikan yang kurang sehingga peran dan fungsi orang tua terhadap pentingnya pendidikan anak terlihat kurang, hal ini bisa dilihat dari pola anak yang lebih suka mengkonsumsi makanan yang instan daripada mengkonsumsi makanan daerahnya tang kelihatan memang lebih enak dan alami

Apalagi di daerah tersebut aneka rempah dan juga hasil bumi (terutama gula arennya) yang bisa diolah menjadi aneka makanan yang nyamiii pastinya akan lebih menyehatkan dan juga bisa menjadi konsumsi tiap hari yang tentunya sehat dan bergizi tinggi.

Lalu solusi apakah yang bisa kita berikan terhadap fenomena semacam itu yang terjadi di Sulawesi??? Sebagai  orang tua seharusnya memberikan pemahaman kepada sang anak bahwa apa yang dimakan itu tidaklah baik untuk dirinya, dan sebaiknya orang tua menyediakan jajanan sendiri di rumah, karena makanan yang dibuat sendiri akan lebih higienis, dan lebih bernutrisi, dan rasanya pun tak kalah enak dengan makanan junk food.

Peran orang tua disini sangat penting, karena sosialisasi primer,dapat terjadi di dalam sebuah keluarga.  Sosialisasi itu penting,karena dari yang tidak tahu,menjadi tahu, dan penyampaian akan gagasan gagasan baru. Seharusnya sejak usia dini, anak sudah dibiasakan dengan makan makanan yang sehat, dan tidak membiasakan untuk makan makanan instant,yang disitu terdapat banyak pengawet,pewarna,penyedap rasa,dan juga pemanis buatan.

Dalam memberikan pengarahan yang baik terhadap anak, kita dapat melakukan pengertian melalui bermain peran. Jika orang tua memasak dirumah, hendaklah makanan yang sehat dan bergizi, lalu membiasakan makan bersama di meja makan, agar anak tersebut dapat melihat saat orang tua terbiasa dengan makan sayur sayuran, meski awalnya anak tidak suka, tetapi peran orang tua disini harus membiasakannya sedini mungkin, agar anak dapat meniru / mencontoh apa yang telah dilakukan orang tua tersebut. Lama kelamaan anak akan terbiasa untuk mencoba makan makanan sehat, dan menghindari untuk makan makanan instant lagi, karena sudah mengerti bagaimana dampak yang akan ditimbulkan dari mengkonsumsi makanan sampah tersebut

Dalam ini belum diulas bagaimana pendidikan orang tua modern,bagaimana pola asuhnya terhadap anak yang menkonsumsi makanan tersebut. Mungkin dari sini pembaca bisa melanjutkannya
Semoga artikel ini bermanfaat yaaa
Keep Blogging

0 komentar:

Template by:

Free Blog Templates