Film ini menceritakan tentang kehidupan anak anak
kecil yang ada di sebuah desa pelosok, di daerah Sulawesi Selatan. Anak - anak
di daerah tersebut banyak yang mengkonsumsi makanan makanan junk food atau disebut juga makanan
sampah. Yang tidak baik untuk kesehatan, dan merusak tubuh.
Seorang anak kecil yang terdapat di daerah tersebut,
bernama Iqbal, anak laki laki berusia lima tahun,Ia diceritakan tidak pernah
makan nasi.karena ia terbiasa dengan makan makanan instant . Ia hanya
mengkonsumsi makanan atau snack snack ringan, mie instant, kerupuk Makanan tersebut memang tergolong murah,
sehingga dengan mudah anak anak membelinya. Padahal dampak negative dari
mengkonsumsi makanan tersebut sangatlah berbaya bagi kesehatan.
Selanjutnya,cerita dari anak perempuan,bernama amel berusia empat tahun, disini
ia diceritakan sering mengkonsumsi makanan instant,karena tidak adanya
penjelasan yang memadai.
Mengkonsumsi junk food itu telah menjadi kebiasaan
pada anak anak kecil terutama, karena awal awal makan itu sekilas rasanya
sangat enak, dan mungkin anak menjadi ketagihan. Kemasannya menarik, harganya
murah , mudah didapat / diperoleh. Kurang nya pengertian terhadap efek yang
akan ditimbulkan dari mengkonsumsi makanan tersebut.
Dalam dunia Psikologi kita bisa menganalisis kasus
ini dengan pendekatan teori Psikososial yang dalam teori ini tokoh yang
terkenal adalah Erik Erikson. Dalam bukunya “Childhood and Society” (1963),
Erikson membuat sebuah bagan untuk mengurutkan delapan tahap secara terpisah
mengenai perkembangan ego dalam psikososial, yang biasa dikenal dengan istilah
“Delapan Tahap Perkembangan Manusia”.
Delapan Tahap Teori Bisa Teman-Teman Dapatkan Dengan Klik Disini
Nah untuk kasus dalam film ini kita bisa melihat
pada tahap ke-3 dan ke-4 yaitu tahap Inisiatif vs kesalahan dan Kerajinan vs
inferioritas
Pada tahap Inisiatif vs Kesalahan ini kita bisa melihat anak-anak di Sulawesi tersebut mulai berinteraksi
dengan lingkungan dan juga mulai ingin mencari tahu segala informasi dimana dia
menempati lingkungan tersebut. Fenomena yang terjadi di daerah Sulawesi tersebut
terlihat ketika anak bereaksi dengan lingkungan yang menjajakan berbagai
makanan instan,serta murah dan juga mudah didapat bisa mengindikasi seorang
anak untuk mengenali produk makanan itu dan juga bisa mengkonsumsinya,
Karena pada masa ini juga rasa
keingintahuan anak terhadap lingkungan sangatlah tinggi, Bisa jadi apa yang dia
lihat akan menjadikannya sebuah kebiasaan (dalam hal ini mengkonsumsi) makanan
siap saji tersebut.
Banyaknya makanan siap saji yang terpajang di
toko-toko makanan membuat anak-anak selalu ingin mencoba untuk memakan
semuanya. Terlebih dengan adannya iklan-iklan makanan yang begitu banyak di TV,
apalagi ditambah dengan lebel hadiah yang tentunya membuat anak-anak merasa
tambah penasaran untuk mencobanya, bukan hanya untuk mencoba makanannya, tetapi
juga untuk mendapat hadiahnya. Hal inilah yang membuat banyak anak-anak di desa
Tompobulu begitu suka makan junk food ini. apalagi ketika sang anak merengek
untuk dibelikan makanan ringan yang disukainya, terpaksa orang tua harus
membelikannya meskipun orang tua tahu bahwa makanan ini tidak sehat bagi
kesehatan sang anak.
Sedangkan pada tahap Kerajinan vs inferioritas Tahap ini merupakan tahp laten usia 6-12
tahun (school age) ditingkat ini anak mulai keluar dari lingkungan keluarga ke
lingkungan sekolah sehingga semua aspek memiliki peran misal orang tua harus
selalu mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus menerima
kehadirannya.
Yang terjadi di lingkungan di daerah Sulawesi
tersebut adalah kita melihat banyaknya teman bermain yang sama2 juga mengkonsumsi
makanan siap saji tersebut, Pada masa inilah seorang anak juga
akan mengalami masa dimana dia berinteraksi dengan teman sebayanya. Tak lupa
juga rasa dan cara ikut2an teman inilah yang memicu peran seseorang
berinteraksi dengan temannya agar bisa menyerupai apa yang temannya lakukan
Lalu bagaimanakah dengan
keluarganya??? Kalau melihat sekilas tentang daerah di Sulawesi tersebut kita
bisa melihat bagaimana kondisi masyarakatnya,sosial kultural yang ada di daerah
tersebut,
Apalagi orang
tua justru terus memberi uang jajan pada anaknya yang jelas- jelas mereka tahu
bahwa uang jajan tadi akan di gunakan untuk membeli chiki oleh anaknya.
Kalau masalah peran orang tua di
daerah tersebut mungkin karena tingkat pendidikan yang kurang sehingga peran
dan fungsi orang tua terhadap pentingnya pendidikan anak terlihat kurang, hal
ini bisa dilihat dari pola anak yang lebih suka mengkonsumsi makanan yang
instan daripada mengkonsumsi makanan daerahnya tang kelihatan memang lebih enak
dan alami
Apalagi di daerah tersebut
aneka rempah dan juga hasil bumi (terutama gula arennya) yang bisa diolah
menjadi aneka makanan yang nyamiii pastinya akan lebih menyehatkan dan juga
bisa menjadi konsumsi tiap hari yang tentunya sehat dan bergizi tinggi.
Lalu solusi apakah yang
bisa kita berikan terhadap fenomena semacam itu yang terjadi di Sulawesi???
Sebagai orang tua
seharusnya memberikan pemahaman kepada sang anak bahwa apa yang dimakan itu
tidaklah baik untuk dirinya, dan sebaiknya orang tua menyediakan jajanan
sendiri di rumah, karena makanan yang dibuat sendiri akan lebih higienis, dan
lebih bernutrisi, dan rasanya pun tak kalah enak dengan makanan junk food.
Peran orang tua disini sangat penting, karena
sosialisasi primer,dapat terjadi di dalam sebuah keluarga. Sosialisasi itu penting,karena dari yang
tidak tahu,menjadi tahu, dan penyampaian akan gagasan gagasan baru. Seharusnya
sejak usia dini, anak sudah dibiasakan dengan makan makanan yang sehat, dan
tidak membiasakan untuk makan makanan instant,yang disitu terdapat banyak
pengawet,pewarna,penyedap rasa,dan juga pemanis buatan.
Dalam memberikan pengarahan yang baik terhadap anak,
kita dapat melakukan pengertian melalui bermain peran. Jika orang tua memasak
dirumah, hendaklah makanan yang sehat dan bergizi, lalu membiasakan makan bersama
di meja makan, agar anak tersebut dapat melihat saat orang tua terbiasa dengan
makan sayur sayuran, meski awalnya anak tidak suka, tetapi peran orang tua
disini harus membiasakannya sedini mungkin, agar anak dapat meniru / mencontoh
apa yang telah dilakukan orang tua tersebut. Lama kelamaan anak akan terbiasa
untuk mencoba makan makanan sehat, dan menghindari untuk makan makanan instant
lagi, karena sudah mengerti bagaimana dampak yang akan ditimbulkan dari
mengkonsumsi makanan sampah tersebut
Dalam ini belum diulas bagaimana pendidikan orang
tua modern,bagaimana pola asuhnya terhadap anak yang menkonsumsi makanan
tersebut. Mungkin dari sini pembaca bisa melanjutkannya
Semoga artikel ini bermanfaat yaaa
Keep Blogging
Keep Blogging
0 komentar:
Post a Comment