Dalam kehidupan manusia di dunia ini, sering terjadi kesalahpahaman
disebabkan ucapan seseorang yang tidak sesuai dengan kenyataannya.
Sebagai orang islam, kita dituntut untuk menyelaraskan antara ucapan dan
perbuatan. Dalam pepatah jawa dikatakan bahwa ajining diri ana ing
kedaling lathi. Maksudnya, seseorang itu dihargai orang lain karena
ucapannya atau dapatnya menjaga lisan. Islam sangat menganjurkan
umatnya untuk bersikap konsekuen dan jujur. Dalam pepatah Arab juga
dikatakan Salaamatul insaani fii qifzillisaani. Maksudnya,
selamatnya manusia itu tergantung dia dalam menjaga lisannya.
Pentingnya penyelarasan antara ucapan dan perbuatan dengan dasar
firman Alloh swt dalam Surah As-Saff Ayat 2-3.
Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu
yang tidak kamu kerjakan?
( Itu ) sangatlah dibenci di sisi Alloh jika kamu mengatakan
apa-apa yang tidak kamu kerjakan. ( Q.S. As-Saff : 2-3 )
Pada ayat 2, Alloh swt. Memanggil orang-orang yang beriman dengan
bentuk pertanyaan. Pertanyaan itu adalah mengapa kamu mengatakan sesuatu
yang tidak kamu kerjakan. Pertanyaan itu sebenarnya untuk kaum Bani
Israel yang suka mengatakan sesuatu, tetapi ia tidak melakukannya,
sebagaimana firman Alloh swt. Dalam Surah Al-Baqarah Ayat 44.
Mengapa kamu menyuruh orang lain ( mengerjakan ) kebajikan,
sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab (
Taurat )? Tidakkah kamu mengerti? ( Q.S Al-Baqarah : 44 )
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Bani Israel adalah umat yang diberi
kitab Taurat. Namun, mereka lebih suka untuk menyuruh orang lain berbuat
seperti apa yang diajarkan mereka sesuai kitab Taurat meskipun mereka
sendiri enggan untuk melakukannya. Ayat itu disampaikan kepada kita
untuk menjadi pelajaran bahwa apabila mengatakan sesuatu, sedapat
mungkin kita melakukannya.
Sebagai orang yang beriman, kita harus mampu menyelaraskan antara
ucapan dan perbuatan. Jangan hanya pandai berbicara, tetapi harus
berusaha melakukan apa yang diucapkannya. Rasulullah saw. Telah memberi
contoh yang sangat baik dalam sabdanya “ Ana awalu waajibin maa
amarokumbihi ”( Saya adalah orang yang pertama melakukan apa yang aku
perintahkan kepadamu. )
Dari sabda Rasulullah tersebut, dapat kita ambil pelajaran bahwa
orang yang mengatakan atau menyuruh sesuatu kepada orang lain, hendaknya
dia sendiri yang pertama memberi contoh. Meskipun demikian, bukan
berarti kita tidak boleh menyampaikan kebenaran jika belum mampu
melakukannya. Sebagai contoh seorang mubalig mengajarkan dan
menganjurkan jamaahnya untuk melakukan ibadah haji. Namun mubalig itu
sendiri belum melaksanakannya. Dia belum mampu secara materi. Hal
seperti ini bukan termasuk kesalahan meskipun dia sendiri belum
melaksanakan ibadah haji tersebut. Haji adalah kewajiban bagi mereka
yang mampu. Lain halnya jika mubalig itu sudah mampu tetapi tidak mau.
Rasulullah bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Tabrani yang
terjemahannya, “ Orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia, tetapi
dia tidak mengamalkannya maka ia seperti lilin, yaitu ia menerangi
orang banyak, tetapi dirinya habis terbakar.
Untuk mengetahui betapa berat ancaman bagi penganjur atau pengajar
kebaikan, tetapi tidak mau melakukannya telah diriwayatkan Muttafaq
‘Alaih dari Abu Zaid.
Ditampilkan seorang laki-laki kelak di hari kiamat, kemudian
dilemparkan ke neraka hingga keluar isi perutnya. Laki-laki itu
berputar-putar seperti seekor keledai di putaran penggilingan. Kala itu
berkumpullah penghuni neraka mengerumuninya seraya bertanya,”Hai Fulan,
mengapa Anda begini? Bukankah Anda dulu ( waktu hidup di dunia )
menyuruh orang berbuat kebaikan dan mencegah orang berbuat mungkar?”
Laki-laki itu menjawab, “Benar, memang aku menyuruh orang berbuat
kebaikan, tetapi aku tidak mengamalkannya. Aku mencegah orang berbuat
mungkar, tetapi aku sendiri melakukannya.
Dari hadis itu, jelaslah kiranya betapa besar akibat orang yang tidak
selaras antara ucapan dan perbuatan. Dengan demikian, kita harus
memiliki sikap konsekuen dan jujur, yaitu selaras antara ucapan dan
perbuatan sehingga terbebas dari ancaman Alloh swt.
0 komentar:
Post a Comment